Masih ingat pernyataan Mendikbud ME dengan terobosan Full Day School-nya?
Newsfeed twitter n facebook dt rame dengan penolakan FDS. Reaksi dt sih cuma "yakin ta?".
FDS jelas bukan barang baru di dunia pendidikan Indonesia. Banyak kok sekolah swasta dengan sistem FDS bertebaran di kota; dan itu salah satu alasan bentuk penolakan, beberapa merasa kalau terobosan FDS ini bias kota dan melupakan area rural dan tertinggal.
Oke deh, kalau di daerah perkotaan kebanyakan orang tua sama-sama bekerja, FDS bisa jadi solusi untuk "tempat jaga anak" sampai orang tua pulang kerja. Sayangnya itu kalau orang tuanya kerja kantoran. Apa kabar yang orang tuanya kerja pakai sif? Apa iya sekolah mau menyesuaikan sif kerja orang tua?
Belum lagi kalo di daerah rural sana yang jarak rumah dengan sekolah negerinya ga dekat. Yang perjalanannya butuh waktu berjam-jam dengan jalan kaki. Kalau pakai FDS apa ga bakalan sudah gelap waktu sampai rumah?
Kalau dt lebih ragu dengan kualitas guru dan fasilitas yang ada sekarang. Okelah kalau kualitas guru di pulau Jawa. Pulau-pulau terpencil apa kabar? Bagaimana dengan sekolah yang harus berbagi guru dan kelas? Untuk fasilitas pun, jika benar akan menerapkan sistem FDS, itu berarti sekolah juga bertanggung jawab untuk pengadaan makan siang bergizi, kamar mandi yang layak dan bersih, dan layanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan siswanya selama di sekolah. Bakal habis berapa dana pemerintah hanya untuk menyediakan dan memelihara fasilitas itu? Kan ga mungkin juga kalau sekolah harus membebankan nilai fasilitas itu ke orang tua murid. Kalau iya, bukannya itu artinya pendidikan (dalam hal ini sekolah negeri) akan makin tidak terjangkau? Bukannya lebih baik dana yang ada dipakai untuk meningkatkan dan memeratakan kualitas pendidikan di seluruh negeri dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat?
Ditambah lagi pernyataan MPPPA (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) yang bilang kalau FDS sebenarnya pelanggaran konvensi hak anak atas hak bermain anak dan hak berkreasi anak.
Bah, njelimet ya.. Tapi emang kerjaan jadi menteri itu njelimet kok.. Itu buktinya Mendikbud sempat minder sejenak dan bilang kalau bakal membatalkan FDS kalau memang tidak dikehendaki masyarakat. Sayangnya kalau lihat kondisi sekarang, Mendikbud malah makin getol ngomongin FDS di mana-mana sampai muncul petisi menolak FDS.
Tuh, pak.. sudah ada petisinya, lo. Butuh berapa orang untuk ikut tanda tangan untuk buat Anda sadar kalau terobosan FDS bukanlah terobosan yang dibutuhkan oleh pendidikan Indonesia saat ini?
Newsfeed twitter n facebook dt rame dengan penolakan FDS. Reaksi dt sih cuma "yakin ta?".
FDS jelas bukan barang baru di dunia pendidikan Indonesia. Banyak kok sekolah swasta dengan sistem FDS bertebaran di kota; dan itu salah satu alasan bentuk penolakan, beberapa merasa kalau terobosan FDS ini bias kota dan melupakan area rural dan tertinggal.
Oke deh, kalau di daerah perkotaan kebanyakan orang tua sama-sama bekerja, FDS bisa jadi solusi untuk "tempat jaga anak" sampai orang tua pulang kerja. Sayangnya itu kalau orang tuanya kerja kantoran. Apa kabar yang orang tuanya kerja pakai sif? Apa iya sekolah mau menyesuaikan sif kerja orang tua?
Belum lagi kalo di daerah rural sana yang jarak rumah dengan sekolah negerinya ga dekat. Yang perjalanannya butuh waktu berjam-jam dengan jalan kaki. Kalau pakai FDS apa ga bakalan sudah gelap waktu sampai rumah?
Kalau dt lebih ragu dengan kualitas guru dan fasilitas yang ada sekarang. Okelah kalau kualitas guru di pulau Jawa. Pulau-pulau terpencil apa kabar? Bagaimana dengan sekolah yang harus berbagi guru dan kelas? Untuk fasilitas pun, jika benar akan menerapkan sistem FDS, itu berarti sekolah juga bertanggung jawab untuk pengadaan makan siang bergizi, kamar mandi yang layak dan bersih, dan layanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan siswanya selama di sekolah. Bakal habis berapa dana pemerintah hanya untuk menyediakan dan memelihara fasilitas itu? Kan ga mungkin juga kalau sekolah harus membebankan nilai fasilitas itu ke orang tua murid. Kalau iya, bukannya itu artinya pendidikan (dalam hal ini sekolah negeri) akan makin tidak terjangkau? Bukannya lebih baik dana yang ada dipakai untuk meningkatkan dan memeratakan kualitas pendidikan di seluruh negeri dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat?
Ditambah lagi pernyataan MPPPA (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) yang bilang kalau FDS sebenarnya pelanggaran konvensi hak anak atas hak bermain anak dan hak berkreasi anak.
Bah, njelimet ya.. Tapi emang kerjaan jadi menteri itu njelimet kok.. Itu buktinya Mendikbud sempat minder sejenak dan bilang kalau bakal membatalkan FDS kalau memang tidak dikehendaki masyarakat. Sayangnya kalau lihat kondisi sekarang, Mendikbud malah makin getol ngomongin FDS di mana-mana sampai muncul petisi menolak FDS.
Tuh, pak.. sudah ada petisinya, lo. Butuh berapa orang untuk ikut tanda tangan untuk buat Anda sadar kalau terobosan FDS bukanlah terobosan yang dibutuhkan oleh pendidikan Indonesia saat ini?
Comments
Post a Comment