Beberapa hari lalu teman-teman WAG Pasukan Blogger memberi ucapan selamat ke mbak Malica karena blog post-nya menang lomba. Iseng, kubaca juga blog post-nya. Waktu baca rasanya jadi kangen nulis juga. Maklum, terakhir blog ini ngeluarin entri sudah lewat dua tahun lalu.
Tapi yang lebih ngena justru kutipan di widget about me.
"Menulislah ketika kamu merasa tidak baik-baik saja.
Karena menulis akan membuatmu waras."
And it just hits me.
Kondisiku sekarang dibilang baik, ya baik --lebih baik daripada orang
kebanyakan, paling tidak-- dibilang tidak baik-baik saja itu kok ya malu mau
ngaku kalo memang sedang tidak baik-baik saja. Ya, karena itu tadi, sangat
sadar kalau kondisiku itu masih lebih baik daripada banyak orang lain. Kalau
ngaku sedang tidak baik-baik saja itu kok rasanya seperti jadi manusia yang
kurang bersyukur.
Kadang bingung sebenarnya bagaimana sih menakar diri ini sedang
baik-baik saja atau sudah masuk ke area tidak baik-baik saja? Soalnya setiap
kali berkaca dan bertanya kepada diri sendiri tuh seperti ada dua suara. Satu
yang bilang kalau saya ini tidak sedang baik-baik saja, kalau saya harusnya
begini begitu lalalala. Sementara yang satu membantah kalau saia gapapa dan
harusnya justru bersyukur karena kondisi saya masih lebih beruntung dari orang
lain.
Lalu semua perdebatan di kepala itu berujung bikin pusing sendiri.
Apa saya baik-baik saja?
Of course I am.
Sehat wal afiat. Makan masih tiga kali sehari. Tidur masih delapan jam.
Hubungan masih harmonis sama keluarga. Masih punya penghidupan dari jaga
penginapan. Tabungan masih ada isinya walau sejak
awal pandemi bocor mulu. Setiap hari masih berfungsi normal seperti manusia
lain.
Apa saya tidak baik-baik saja?
Well, I feel like one.
I’m not sure how to describe it, but 'not
okay' is the feeling I get when my mind not occupied with stuffs.
And worried.
Worried about the future.
Worried about the family business.
Worried about my son.
Worried about my self.
I think I need to look for some help.
Comments
Post a Comment