Skip to main content

[30HM] H11 - Fiksi: Tutup Buku Buka Terop 1

"Mbak, saya mau berhenti kerja, ya.."

"Lho, kenapa, Lin?" tanyaku pada Lina, yang biasa membantuku membuat cilok.

"Aku mau nikah, mbak."

"Lah baru punya KTP, kok wis arep rabi (kok sudah mau nikah)," candaku. Setahuku dia baru lulus SMK.

"Hehe.. iya, mbak. Orang tuanya mas Agus nyuruh cepetan nikah. Biar ga jadi omongan orang."

"Bukannya kapan hari baru cerita kalo putus sama Agus?"

"Habis lebaran kemaren balikan kok, mbak. Kan sudah minal adzin," cengirnya.

Aku ikut tersenyum. Kulihat lagi Lina yang sedang mengulen adonan cilok. Usia belum kepala dua tapi sudah mau menikah. Muda sekali. Masih polos. Masih alay.

Aku yang dulu bisa dibilang nikah muda ini jelas tidak menyarankan nikah muda. Belum lulus kuliah aku dan suami memutuskan menikah. Tergoda dengan kajian-kajian yang menyegerakan menikah. Hampir aku putus kuliah karena stres skripsi, hamil, dan keuangan yang menipis. Akhirnya sekarang aku dan suami yang sama-sama sarjana teknik kimia ini jadi bakul cilok.

"Habis nikah kan tetap bisa kerja to, Lin. Ngapain berhenti?" Agus dan Lina ini sama-sama masih tetanggaku. Kalau setelah menikah Lina ikut Agus pun seharusnya tidak masalah.

"Maunya ngontrak aja, mbak, berdua di Surabaya," ujarnya penuh harap.

"Emang kerjaannya Agus di Surabaya, ta? Ga PP ae, ta?"

"Belum dapet kerja sih, mbak. Nanti habis nikah baru mau nyari di Surabaya."

Nekat, pikirku. Kalau Lina sih aku tidak ragu dengan kemampuan berjuangnya. Sejak SMP dia sudah bekerja ikut aku dan bisa bayar sekolahnya sendiri. Tapi kalau Agus aku sangsi. Sepengetahuanku Agus anak gung-gungan yang dituruti segala mau oleh orang tuanya. Sudah setahun lulus SMK, kerjanya lebih sering nongkrong di warung kopi sambil main game online daripada cari kerja sungguhan. Padahal orang tuanya tidak bisa dibilang punya uang berlebih. Ayahnya salah satu pedagang cilok yang ambil cilok di tempatku. Ibunya terima cuci baju kiloan.

"Apa ga mending tetep di Sidoarjo? Kan banyak pabrik di Sidoarjo kalo Agus mau cari kerja," usulku.

"Mas Agus ga mau kalau di pabrik, mbak. Ga enak katanya sip-sipan (kerja sistem shift)." Lina menyiapkan panci besar untuk merebus air.

Aku khawatir. Seakan bisa melihat bagaimana hidup Lina nanti kalau benar setelah menikah akan hidup berdua dengan Agus di Surabaya. Terbayang Lina yang banting tulang cari uang sementara Agus tetap sibuk dengan game online-nya.

"Lha terus piye uripmu kalo Agus ga ndang dapet kerja?"
("Lalu bagaimana hidupmu kalau Agus tidak cepat dapat kerja?")

"Ya lihat nanti, mbak," ujarnya pasrah.

"Kamu yakin mau nikah sama Agus padahal sudah tahu Agus ga kerja?"

Lina diam.

"Terakhir kalian putus itu perkara uang juga, kan?"

Lina menatapi air yang belum juga mendidih. Semoga dia bisa berpikir sedikit panjang.

---

Jumlah kata: 427 kata

Comments

Popular posts from this blog

It's about lying

You Are a Great Liar You can pretty much pull anything over on anyone. You are an expert liar, even if you don't lie very often. Are You a Good Liar? No comment deh... --" You Can Definitely Spot a Liar Maybe you have good instincts. Or maybe you just have a lot of experience with liars. Either way, it's pretty hard for someone to pull a fast one on you. You're like a human lie detector. Can You Spot a Liar? Well, so am I a great liar because i know the techniques? Or is it just in my blood? And the most important question is, am I really a great liar?

Dark Side of Skripshit

Thanks to skripshit, pola hidup dt jadi berantakan. Entah sejak kapan dt jadi kalong-man kek gini. Biasanya jam 9-10 dt sudah merasa ngantuk dan beranjak tidur dan mampu bangun jam empat esok paginya. Nah sekarang, baru bisa memejamkan mata dengan tenang saat jarum jam menunjukkan pukul tiga lebih dan baru bisa membuka mata dengan berat sekitar jam tujuh pagi. Jujur ya, dt kangen dengan pola tidur dt yang lama. Tidur dengan nyaman, cukup, dan berasa segar saat pagi datang. Bukannya malah punya punggung remek, kemeng, dan sakit setiap kali bangun tidur. Ditambah lagi efek begadang itu jelek banget buat kesehatan dan kulit. *sigh* Kalo dt perhatiin, kulit dt jadi tambah pucat, kering, dan kusam sejak ngegarap skripshit secara intens. Secara selama ngegarap skripshit dt jadi jarang keluar dari kamar dan kurang bergerak karena menghabiskan banyak waktu hanya nangkring di depan Ichibun. Jadi deh dt kurang terpapar sinar matahari, kurang beraktifitas, plus kurang oksigen. Duduk sehar...